Sabtu, 23 Juni 2012
Para Sultan Utsamaniyah
Mustafa I
Mustafa I (1592 – 20 Januari 1639) (bahasa Arab: مصطفى الأول) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1617 hingga 1618 dan dari 1622 hingga 1623.
Saudara Ahmed I (1603–17), Mustafa I dilaporkan menderita retardasi mental atau setidaknya mengidap penyakit saraf dan tak pernah lebih dari seprangkat klik pengadilan di Istana Topkapı. Semasa pemerintahan saudaranya, ia dikurung di ruangannya dalam penjara sesungguhnya selaam 14 tahun.
Pada 1618 ia dijatuhkan untuk kepentingan keponakannya Osman II (1618–22), namun setelah pembunuhan Osman II pada 1622 ia naik tahta kembali dan menjabatnya hingga dijatuhkan dan dipenjara oleh saudara Osman II, Murad IV (1623–40). Mustafa I meninggal 16 tahun kemudian.
Osman II
Osman II (juga Genç Osman – arti Osman Muda – bahasa Turki) (bahasa Turki Usmani عثمان ثانى ‘Osmān-i sānī) (3 November 1604 – 20 Mei 1622) adalah Sultan Turki Usmani dari 1618 hingga kematiannya pada tanggal 20 Mei 1622.
Osman II adalah putra Sultan Ahmet I (1603–17) dan permaisurinya Sultan Mâhfirûze yang berdarah Yunani [1]. Di usia muda, ibundanya memperhatikan pendidikannya, sebagai akibatnya Osman II menjadi penyair terkenal dan menguasai banyak bahasa, termasuk bahasa Arab, Persia, Yunani, Latin dan Italia. Ia naik tahta pada usia 14 sebagai akibat kudeta terhadap pamandanya Mustafa I (1617–18, 1622–23). Walaupun muda, Osman II sefera mencoba menampakkan diri sebagai penguasa, dan setelah mengamankan perbatasan timur khilafah dengan menandatangani perjanjian damai dengan Safavid, secara pribadi ia memimpin serangan atas Polandia selama Peperangan Jago-jago Moldova. Dipaksa menandatangani perjanjian damain dengan Polandia setelah Pertempuran Chotin (Chocim) (yang nyatanya, pengepungan Chotin yang dipertahankan oleh Jan Chodkiewicz) antara September-Oktober 1621, Osman II kembali ke Istanbul dengan rasa malu, menyalahkan pasukan Yeniceri dan ketidakcukupan para negarawannya atas penghinaannya.
Murad IV
Murad oğlu Ahmed atau Murad IV (16 Juni 1612 – 9 Februari 1640) adalah Sultan Turki Utsmani antara 10 September 1623-9 Februari 1640, terkenal karena perbaikan otoritas negara dan kebrutalan metodenya. Ia adalah anak dari Sultan Ahmed I dan Sultan Kosem yang berdarah Yunani.
Naik tahta melalui sebuah konspirasi pada tanggal 10 September 1623, ia menggantikan pamandanya Mustafa I pada usia 11. Di masa yang panjang Murad IV berada dalam kendali kerabat-kerabatnya, dan selama tahun-tahun pertama pemerintahannya sebagai sultan, ibundanya (Valide Sultane), Kösem, memegang kekuasaan. Negaranya jatuh dalam keadaan anarki : serangan Safavid terhadap khilafah yang begitu cepat, pergolakan di Turki Utara dan serbuan Yeniçeri ke istana pada tahun 1631 yang membunuh wazir agung. Murad IV takut akan nasib kakandanya Osman II, memutuskan untuk menuntut kekuasaanya. Ia mengeluarkan perintah untuk membunuh saudaranya Beyazid pada tahun 1635, diikuti oleh eksekusi terhadap 2 saudaranya setahun kemudian.
Ibrahim
Ibrahim (5 November 1615 – Istanbul, 12/18 Agustus 1648) adalah Sultan Turki Usmani dari 1640 hingga 1648. Secara tidak resmi ia sering disebut sebagai Ibrahim yang Gila (bahasa Turki: Deli Ibrahim) karena keadaan jiwanya.
Salah satu Sultan Ottoman yang terkenal, ia dibebaskan dari Kafes dan menggantikan kakandanya Murad IV (1623–40) pada tahun 1640, meskipun bertentangan dengan harapan Murad IV, yang telah memerintahkannya dibunuh. (Murad IV sendiri menggantikan kakandanya Osman II pada tahun 1622). Mewarisi semua kekejaman namun tidak kemampuan kakandanya, Ibrahim membawa negaranya hampir jatuh di jangka waktu yang singkat — barangkali sama dengan kekuasaan Phocas (602–610) dari Kekaisaran Bizantium. Mungkin karena menderita kelabilan mental, ia disebut-sebut menderita neurasthenia, dan juga tertekan setelah kematian saudaranya. Pemerintahannya terjadi karena ibundanya yang berdarah Yunani , Sultan Kösem, yang tak lama dicegah mengendalikan negara seperti harapannya.
Mehmed IV
Mehmed IV juga dikenal sebagai Mohammed IV (bahasa Arab محمد الرابع) (lahir 2 Januari 1642, mangkat 1693) adalah sultan Turki Ottoman dari 1648 hingga 1687. Ia adalah putra Sultan İbrahim I dan permaisurinya Turhan Hadice.
Suleiman II
Suleiman II (15 April 1642 – 1691) (bahasa Turki Utsmani: سليمان ثانى Süleymān-i sānī) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1620 hingga 1666. Adinda Mehmed IV (1648–87), Suleiman II menghabiskan sebagian besar hidupnya di kafes (sangkar), sejenis tahanan mewah buat pangeran di Istana Topkapı (diancang untuk memastikan takkan ada pemberontakan).
Saat didekati naik tahta setelah terdepaknya kakandanya pada 1687, Suleiman II mengira bahwa delegasi itu akan datang membunuhnya dan satu-satunya cara memengaruhi adalah ia bisa digoda keluar istananya untuk bersiap dianugerahi pedang khalifah secara seremonial.
Sulit mengendalikan diri, Suleiman II membuat pilihan cerdas dengan mengangkat Ahmed Faizil Köprülü sebagai Raja Muda. Di bawah kepemimpinan Köprülü Turki menghambat gerak maju Austria ke Serbia dan membasmi pemberontakan di Bulgaria. Selama gerakan mengambil kembali Hongaria timur, Köprülü dikalahkan dan syahid di tangan Ludwig Wilhelm dari Baden dalam Szlankamen pada 1690. Suleiman II sendiri mangkat setahun kemudian.
Ahmed II
Ahmed II (bahasa Turki Ottoman: احمد ثانى Aḥmed-i sānī) (25 Februari 1643 – 1695) adalah Sultan Turki Ottoman dari 1691 hingga 1695. Ahmed II adalah putra Sultan Ibrahim I (1640–48) dan menggantikan saudaranya Suleiman II (1687–91) pada 1691.
Tindakan Ahmed II yang banyak diingat adalah pengangkatan Mustafa Köprülü sebagai raja muda. Hanya beberapa minggu setelah kenaikannya Kesultanan Ottoman mendapat kekalahan besar dalam Pertempuran Slankamen Austria di bawah Ludwig Wilhelm dari Baden dan dipukul ke Hongaria. Selama 4 tahun masa pemerintahannya bencana demi bencana terus melanda negerinya, dan pada 1695 Ahmed II meninggal, lelah akibat penyakit dan kedukaan.
Mustafa II
Mustafa II (bahasa Turki Utsmani: مصطفى ثانى Muṣṭafā-yi sānī; lahir 6 Februari 1664 – meninggal 28 Desember 1703 pada umur 39 tahun) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1695 hingga 1703. Ia adalah putra sultan Mehmet IV (1648–87) dan turun tahta demi kepentingan saudaranya Ahmed III (1703–30) pada 1703.
Di akhir kekuasaannya, Mustafa II mencoba memperbaiki kekuasaan, yang hanya menjadi jabatan simbolis sejak pertengahan 1600-an, saat Mehmed IV memberikan kekuasaannya pada Raja Muda. Strategi Mustafa II adalah menciptakan dasar alternatif baginya membuat kedudukan timar, anggota kavaleri Kesultanan Ottoman, setia padanya. Namun, timar-timar itu, pada titik ini bertambah menjadi bagian usang mesin militer Turki Utsmani.
Strategi itu (disebut "kejadian Edirne" oleh sejarawan) gagal, dan Mustafa II didepak pada tahun yang sama, 1703.
Ahmed III
Ahmed III (30 Desember 1673 – 1 Juli 1736) adalah khalifah Turki Usmani dan putra Sultan Mehmed IV. Naik tahta berkat Bâb-ı Âli pada tahun 1703 setelah mundurnya saudaranya Mustafa II.
Ahmed membangun hubungan baik dengan Inggris, mengingat ancaman Rusia. Negaranya memberikan perlindungan pada Raja Karl XII dari Swedia yang kalah perang dalam Pertempuran Poltava pada tahun 1709 di zaman Tsar Pyotr Agung. Karena harapannya untuk berperang mewanan Rusia, sultan ini mengumumkan perang terhadap saingannya di utara, di bawah pimpinan Wazir Agung Baltaji Mahommed Paşa pasukan Turki berhasil memaksa Rusia bertekuk lutut di Sungai Prut tahun 1711.
Mahmud I
Mahmud I (bahasa Arab محمودالأول) 2 Agustus 1696 – 13 Desember 1754) adalah Sultan Kesultanan Usmaniyah dari 1730 hingga 1754. Ia adalah putera Mustafa II (1695–1703) dan kakanda dari Osman III (1754–57).
Mahmud I diakui sebagai sultan oleh pemberontak begitupun pejabat pengadilan namun beberapa minggu setelah penobatannya negara berada di tangan pemberontak. Ketua mereka, Patrona Halil, berpacu dengan sultan baru ke Masjid Eyub di mana upacara Mahmud I yang segera mulai dengan pedang Othman dilaksanakan; banyak perwira kepala yang didepak dan pengganti mereka yang diangkat atas perintah pemberontak yang pemberani yang telah bertugas di tingkat Yennisari dan yang muncul sebelum sultan bertelanjang kaki dan di seragam lamanya sebagai prajurit biasa. Seorang jagal Yunani yang bernama Yanaki telah menghargai Patrona dan meminjaminya uang selama 3 hari kekacauan. Patrona menunjukkan terima kasihnya dengan memaksa Divan mengangkat Yanaki sebagai Hospodar Moldova. Keangkaraan kepala pemberontak membuatnya tak lama didukung. Khan Krimea, yang diancam mundur, berada di Istambul dan dengan asistennya Wazir Agung, Mufti dan Aga Yeniceri berhasil membebaskan pemerintahan dari perbudakan. Patrona dibunuh dalam kehadiran sultan setelah sebuah Divan yang ia meminta perang mesti dideklarasikan terhadap Rusia. Istri Yunaninya, Yanaki, dan 7.000 orang yang mendukungnya juga dihukum mati. Kecemburuan yang dirasakan perwira Yenisari terhadap Patrona, dan kesiapan mereka untuk membantu pengancurannya, banyak membantu pengerahan tenaga pendukung Mahmud I dalam mengakhiri pemerintahan pemberontak setelah berlangsung hampir 2 bulan.
Osman III
Osman III (bahasa Turki Ottoman: عثمان ثالث ‘Osmān-i sālis) (2 Januari 1699 – 30 Oktober 1757) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1754 hingga 1757.
Adinda dari Mahmud I (1730–54) dan putra Mustafa II (1695–1703), Osman III sebenarnya pangeran tiada arti. Masa jabatannya yang pendek dicatat sebagai masa di mana intoleransi di antara nonmuslim (Orang Kristen dan Yahudi diminta mengenakan pakaian atau lencana khusus) bertambah dan kebakaran di Istanbul.
Osman III menghabiskan sebagian besar hidupnya di tahanan, dan saat menjadi Sultan ia menunjukkan keanehan tingkah laku. Tak seperti sultan sebelumnya, ia benci musik, dan mengusir semua musikus keluar istana. Juga tinggal di "kafes", istana tahanan di "harem" yang berisi para budak rumah tangga wanita ia tak menyukai persahabatan dengan wanita, sehingga ia mengenakan sepatu besi agar tak melalui jalanan dengan wanita manapun. Dengan mengenakan sepatu itu mereka akan mendengarnya mendekat lalu menjauh.
Mustafa III
Mustafa III (bahasa Arab: مصطفى الثالث) (lahir 28 Januari 1717, meninggal 21 Januari 1774) adalah sultan Kesultanan Usmaniyah. Seorang penguasa yang bersemangat dan cerdik, Mustafa III mencoba memodernkan pasukan dan mesin dalam negeri untuk membawa negerinya sama dengan Kuasa Eropa. Ia melindungi layanan jenderal asing untuk mengawali reformasi infantri dan artileri. Sultan juga memerintahkan pendirian Akademi Matematika, Navigasi, dan Sains.
Sayangnya negara Ottoman telah menurun begitu jauh. Sadar akan lemahnya militer negerinya, Mustafa III menghindari perang dan tak sanggup mencegah aneksasi Krimea oleh Katarina II dari Rusia (1762–96). Namun, aksi ini, bersama dengan agresi Rusia lebih lanjut di Polandia memaksa Mustafa III menyatakan perang di St. Petersburg segera sebelum kematiannya.
Dalam serangkaian korespondensi antara pemikir Prancis terkemuka Voltaire dan Katarina yang Agung, Mustafa III selalu menjadi bahan ejekan, dan Voltaire menyebutnya "gemuk dan bodoh".
Mustafa memiliki 2 putera yang bernama Selim dan Mohammed. Ia juga memiliki 5 puteri.
Abd-ul-Hamid I
Abd-ul-Hamid I (20 Maret 1725 - 7 April 1789) adalah sultan Turki Ottoman dari 1774 hingga kematiannya.
Abd-ul-Hamid I adalah seorang penguasa yang lemah. Perang diumumkan terhadap Kekaisaran Rusia dan kurang dari setahun ia naik tahta, pasukannya kalah dalam Pertempuran Kozluja yang membuat Turki Usmani terpaksa menandatangani Perjanjian Küçük Kaynarca pada tanggal 21 Juli 1774. Meskipun banyak kelemahan, ia dipandang sebagai sultan paling berhasil di negaranya karena ia membentuk pasukan pemadam kebakaran, menjalankan kebijakan reformasi, perbaikan militer, naiknya standar pendidikan, dll.
Abd-ul-Hamid I kemudian berhasil meredam sejumlah pemberontakan di sejumlah provinsi, namun ia kehilangan Krimea setelah berperang melawan Rusia, 2 tahun sebelum kematiannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar